Dulu, jaman kerajaan menentukan pemimpin berdasarkan pewarisan ditunjuk langsung, sekarang mencari kepala daerah lewat jalur politik prosedural. Anak atau keluarga para elite kekuasaan lewat institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Patrimonialistik dibungkus dengan jalur prosedural.
Ada pandangan politik dinasti jelas bertentangan dengan budaya demokrasi yang sedang berproses di Indonesia dan akan melemahkan demokrasi. Kenapa? Karena politik dinasti cenderung mengabaikan kompetensi dan rekam jejak. Ada kecenderungan rekam jejak atau jam terbang di dunia politik tidak menjadi halangan sepanjang menginduk dari ketokohan atau kepopuleran atau karena memiliki kekuasaan.
Maka ada ungkapan, menang tidak membanggakan, biasa-biasa saja, wajar, lumrah. Tapi kalau kalah mengganggu reputasi orang tuanya. Sinyalemen inilah yang menjadi spekulasi publik bahwa ada campur tangan kekuasaan. Baik langsung maupun tidak langsung.
Kotak kosong
Selain politik dinasti, fenomena calon tunggal juga menarik perhatian publik. Posisi calon tunggal berdasar regulasi harus berhadapan dengan kotak kosong. Walaupun jumlah kotak kosong hanya 25 dari 270, tetap menarik perhatian. Pilkada 2020 banyak calon kepala daerah khususnya petahana lawan kotak kosong.
Ada beberapa poin kerugian dengan diperbolehkan calon tunggal melawan kotak kosong. Poin pertama, lawan kotak kosong sangat merugikan untuk pendidikan politik bagi rakyat. Pertimbangannya rakyat hanya disuguhi satu paslon, dan tidak memberikan alternatif pilihan politik lain di masyarakat.
Poin kedua, pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong membuat kekuatan legitimasi calon yang menang tidak begitu kuat karena dengan sendirinya bisa membentuk koalisi besar (oversize), maka tidak ada lagi partai oposisi di daerah. Koalisi yang sangat besar dan bisa mengakibatkan nantinya tidak ada lagi komposisi partai oposisi di DPRD sebagai penyeimbang sekaligus fungi kontrol. Itu karena semua partai bergabung menjadi satu dan menyokong petahana atau calon tunggal.
Poin ketiga, menggambarkan mekanisme kaderisasi partai politik tidak berjalan, karena ternyata tidak berani mengajukan calon, baik sendiri maupun gabungan partai politik. Kalkulasi politik ternyata lebih menguntungkan merapat kesatu kekuatan, biasanya dimiliki oleh petahana.
Tata kelola pemerintahan
270 pemenang Pilkada 2020 tugas negara dan pemerintahan sudah menunggu. Baik bagi yang akan memimpin untuk kedua kalinya mapun pendatang baru sebagai kepala daerah, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) tidak bisa ditawar lagi.













Komentar