Jakarta, jurnalsumatra.com – Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean tak yakin masyarakat akan mulai berbelanja meski dalam waktu dekat pemerintah akan memberikan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Keperluan akan adanya liquidity dan keperluan untuk berjaga-jaga, menyebabkan orang itu daya beli ada tapi kemauan beli tidak ada. Karena berjaga-jaga,” ujar Adrian saat diskusi daring dengan awak media di Jakarta, Kamis.
Adrian menuturkan, sebanyak 70 persen penyaluran kredit perbankan adalah untuk kredit kepada industri seperti kredit untuk korporasi dan ritel grosir (wholesale). Sedangkan sisanya 30 persen adalah kredit konsumer seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), Kredit Tanpa Agunan (KTA), kartu kredit, dan lainnya.
Pada Desember 2020 lalu, lanjut Adrian, KKB menjadi kredit yang turun paling dalam. Hal tersebut menurut Adrian terjadi karena masyarakat tidak mau mengeluarkan uangnya untuk berbelanja karena khawatir pandemi akan berkepanjangan.
“Sekarang ini diberikan relaksasi mobil yang 1.500 cc ke bawah, yang kelas menegah ke bawah misalnya kayak Avanza, Brio, yang harganya tidak begitu mahal. Tapi kan kita musti liihat ini turunnya kenapa, karena satu, orang tidak mau belanja lagi. Saya ngapain beli beli mobil, orang saya jarang keluar sekarang. Ngapain saya ganti mobil, lebih baik saya nabung uang di bank. Saya khawatir ini berkepanjangan, kalau saya beli mobil nanti tiba-tiba saya butuh cash jual mobilnya susah,” kata Adrian.
Menurut Adrian, masyarakat saat ini lebih memilih untuk rasional. Meskipun ada diskon pajak, tapi jika harga barang yang akan dibeli tersebut nominalnya cukup besar, masyarakat kemungkinan besar akan menahan pengeluaran dan memilih menyimpannya sebagai tabungan.
“Apakah orang itu belanja hanya karena harga lebih murah, apakah orang itu price sensitive? Oh iya bisa, tapi tergantung ticket items-nya seperti apa. Kalau barang belanjaan itu level seratus ribuan, didiskon 70 persen ya beli. Tapi kalau ticket items-nya juta atau ratus juta, ya didiskon 20-30 persen atau 50 persen pun hitungannya ratus juta. Jadi harga mobil Rp200 juta didiskon jadi Rp140 juta, didiskon 60 juta, ya tapi kan tetap aja Rp140 juta yang keluar. Rp140 juta kan artinya bisa membiayai hidup enam bulan ke depan misalnya. Jadi ya orang realistsis, ya tidak perlu juga belanja,” ujar Adrian.
Sementara itu, terkait apakah kebijakan tersebut akan mengerek perekonomian domestik, menurut Adrian harus dilihat keterkaitan industri itu sendiri, dalam hal ini industri otomotif.
Komentar