“ Kalau diserahkan pihak swasta kita khawatir rakyat tidak akan menikmati , kedua masalah budaya, gedung ledeng ini khan cagar budaya dimana usianya lebih dari 50 tahun , sudah selayaknya menjadi cagar budaya dan kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk menjaganya sehingga kalau mau di BOT kan menurut Fraksi PKS dalam pemandangan umumnya beberapa waktu yang lalu itu harus ditinjau ulang ,” ujarnya.
Sedangkan Ketua Umum Forwida Sumsel, Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT menilai Pulau Kemaro itu ada benteng pertahanan milik Kesultanan Palembang Darussalam dan tidak ditemukan sejarah Sriwijaya di Pulau Kemaro. “ Kalau ada keinginan untuk membuatnya menjadi destinasi wisata Sriwijaya itu salah,” tandasnya. Selain itu dengan adanya artefak yang berada di baba Azim Amin berupa uang logam kuno yang diperlukan kajian lagi bersama Balai Arkeologi Sumsel .
“ Di Pulau Kemaro ada makam Panglima Bongsu dan prajuritnya yang dulunya bernuansa Islami, kita lihat disana beberapa yang bernuansa Islami seperti ada huruf Arab Melayu yang bertuliskan dilarang berzina, berjudi dan membawa Babi sekarang sudah hilang , jadi banyak nuansa islami disana hilang , kami dari Forwida Sumsel menyatakan sikap Forwida Sumsel meminta kepada pemerintah agar itu dikembalikan seperti sediakala,” katanya.
Pihaknya meminta kepada pemerintah untuk membuat fasilitas yang cukup untuk pariwisata di Pulau Kemaro seperti toilet , mushola atau masjid serta kantin-kantin yang layak untuk wisata. “ Kami juga menginginkan destinasi Pulau Kemaro itu dilakukan berdasarkan fakta sejarah dalam pembangunannya, kami menyarankan dibuat miniatur benteng Tamengratu di pinggir Pulau Kemaro dan kami sangat menyarankan untuk segera di daftarkan sebagai cagar budaya ,” ujarnya.
Selain itu , pihaknya tidak setuju jika pembangunan yang dilakukan Pemkot Palembang di Pulau Kemaro dalam kondisi masih ada masalah seperti soal lahan yang semestinya harus diselesaikan dulu permasalahan status lahannya oleh Pemkot Palembang. Dia berharap apa yang disampaikan ini bisa menjadi masukan bagi DPRD Palembang dan DPRD Sumsel serta Pemkot Palembang, Gubernur Sumsel dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel.
Untuk BOT Gedung Walikota Palembang , Diah menilai Gedung Walikota Palembang yang bernilai sejarah tersebut harus diselamatkan dan tidak boleh dilakukan pengrusakan atau diambil alih oleh pihak investor. “ Jadi kami tidak setuju kalau Gedung Walikota Palembang dibuat hotel, kalau terjadi kesulitan dalam pengelolaannya , kalau sudah jadi cagar budaya tidak ada masalah apalagi kalau sudah dikelola oleh Dinas Pariwisata dan budaya,” katanya.
Komentar