Kedua, transisi menuju sistem demokrasi di Indonesia tidak diikuti oleh perubahan yang menyeluruh pada birokrasi, sistem yudisial, atau militer, serta belum ada perpindahan kekuasaan yang besar pada para pemilik modal/pelaku usaha.
“Dalam konteks itu, pejabat-pejabat lama masa Orba (yang bertahan) dalam birokrasi, kehakiman, hukum, dan militer, masih banyak terkooptasi (terpengaruh, Red) pola-pola lama Orba,” terang Budi.
Ketiga, adanya potensi perpecahan, polarisasi, dan ketidakteraturan sosial dalam praktik demokrasi, sebut Budi.
“Satu sisi demokrasi memberi kebebasan, tetapi juga menyebabkan perpecahan dan ketidaktertiban sosial. Masing-masing pihak mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya menggunakan teknik-teknik dan metode yang bisa jadi bertentangan dengan prinsip demokrasi itu sendiri,” kata dia menjelaskan.
Cara-cara yang bertentangan dengan demokrasi di antaranya kecenderungan aktor-aktor politik menggunakan kekerasan saat menghadapi perbedaan. Padahal, kekerasan bukan cara yang demokratis menyelesaikan masalah, karena cara yang demokratis adalah diskusi, negosiasi, penyelesaian masalah melalui prosedur-prosedur hasil kesepakatan bersama, ujar dia.
Terakhir, mundurnya demokrasi di Indonesia juga dapat disebabkan oleh rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap aktor-aktor politik, sistem politik dan peradilan di Tanah Air, terang Guru Besar Universitas Diponegoro Budi Setiyono.(anjas)













Komentar