oleh

Menata Ulang Tata Kelola Lahan Pasaman Barat: Langkah Strategis dan Spektakuler Bupati Pasaman Barat

Oleh : Martondi Lubis, Pengamat Hukum dan Kebijakan Pertanahan.

Pertemuan antara Bupati Pasaman Barat, H. Yulianto, dengan Wamen ATR/BPN, Ossy Dermawan, pada 24 Juli 2025 lalu, bukan sekadar acara basa-basi di ruang ber-AC. Itu adalah langkah strategis yang patut kita dukung dengan suara lantang dan gerakan nyata.

Kenapa? Karena kita sudah muak dengan kenyataan bahwa selama lebih dari 20 tahun, banyak perusahaan perkebunan sawit beroperasi di tanah Pasbar tanpa HGU alias ilegal, tapi tetap bisa hidup nyaman seperti tak bersalah. Padahal jelas-jelas, tanpa HGU mereka tidak punya dasar hukum, tak bayar pajak yang semestinya, tak ada kewajiban jaga ekologi, dan yang paling parah: menyulut konflik agraria dan melukai tanah ulayat.

Kalau ini bukan kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masif, lalu apa?

RTRW : Ini Bukan Kertas Biasa, Tapi Peta Masa Depan Kita!

RTRW itu bukan peta simsalabim buat korporasi bermain monopoli tanah. Itu adalah roh pembangunan, penentu ruang hidup kita, tempat anak cucu kita berpijak. Revisi RTRW harus berpihak ke rakyat, bukan hanya menyesuaikan kepentingan para pemilik modal. Jangan sampai kita “tukar nyawa rakyat” demi “proyek yang katanya pembangunan.”

UU No. 26 Tahun 2007 sudah jelas: revisi RTRW itu wajib sinkron dengan rencana provinsi dan nasional, dan dilakukan secara berkala. Jadi ini saat yang tepat untuk meninjau semua konsesi lahan, membersihkan pelanggaran, dan mengembalikan tanah ke jalur keadilan.

Kementerian ATR/BPN, Jangan Cuma Bagi Sertifikat!.

Kita butuh kementerian yang bukan hanya bagi-bagi sertifikat tanah untuk konten media sosial, tapi juga turun langsung membongkar dan menindak penguasaan tanah ilegal. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 itu bukan pajangan. Bumi dan kekayaan alam harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir elite bisnis.

Saatnya Kembali ke Akar Keadilan Agraria.

Masalah tanah bukan cuma urusan batas dan ukur-mengukur. Ini soal hidup-mati rakyat. Soal air yang kita minum, udara yang kita hirup, dan sawah yang harus tetap hijau untuk memberi makan anak cucu kita nanti.

Pertemuan Bupati Pasbar dengan Wamen ATR/BPN harus menjadi titik balik.

Bukan hanya mengoreksi dosa masa lalu, tapi menegaskan keberanian untuk melindungi hak rakyat, tanah ulayat, dan lingkungan hidup. Karena tanah ini milik kita. Bukan milik mereka yang menginjaknya tanpa izin.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed