Jakarta, jurnalsumatra.com – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mendesak pemerintah segera memulihkan desa-desa pesisir di Indonesia yang telah dan tengah tenggelam.
“Seluruh kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan (desa pesisir) ini sangat memprihatinkan karena setiap hari terancam abrasi yang berasal dari perairan utara Jawa,” kata Sekjen Kiara Susan Herawati di Jakarta, Selasa.
Susan mengemukakan telah berkunjung dan menemui masyarakat yang terdampak oleh tenggelamnya desa pesisir di sejumlah desa di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.
Menurut dia, ada sejumlah temuan penting yang terjadi di desa tenggelam, seperti di Desa Tambaksari terdapat 10 keluarga yang masih bertahan hari ini. Sebelumnya, tercatat sebanyak 70 keluarga mendiami desa ini.
Fenomena semakin sedikitnya penduduk desa di kawasan pesisir juga terjadi di sejumlah desa lainnya akibat dari abrasi yang mulai menghantam desa serta mengakibatkan daerah tersebut tergenang air hingga kini.
Ia berpendapat sejumlah penyebab tenggelamnya desa-desa pesisir di Kecamatan Sayung, Demak, itu antara lain karena pengurukan Pelabuhan Tanjung Mas di Kota Semarang yang lokasinya tidak jauh dari desa-desa ini, serta oleh krisis iklim yang mendorong permukaan air laut naik begitu cepat.
“Sejumlah ahli menyebut kenaikan air laut rata-rata sekitar 7,8 milimeter setiap tahun. Faktanya, bisa jadi lebih tinggi dari angka tersebut,” jelas Susan.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Masnuah menyatakan dengan tegas bahwa krisis iklim telah lama memperburuk kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir di Indonesia.
“Bahkan tak sedikit nelayan yang meninggal di laut saat menangkap ikan akibat cuaca buruk yang disebabkan oleh krisis iklim ini,” kata Masnuah.
Lebih jauh ia mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menyusun langkah-langkah pemulihan desa pesisir yang terkena abrasi dan terancam tenggelam secara terukur dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diwartakan telah berkolaborasi dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) untuk memproduksi inovasi yang berkontribusi dalam memperlambat laju kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim.
“Atas dasar tersebut, sejak tahun 2017 hingga 2022, BRSDM (Badan Riset dan SDM) KKP menggandeng JICA, untuk kegiatan penelitian dan konservasi sumber daya padang lamun dan mangrove yang merupakan ekosistem penyerap karbon,” kata Kepala BRSDM KKP Sjarief Widjaja.
Komentar