oleh

Ketika politikus dan negarawan menjadi pilihan

Dari situ bisa ditarik kesimpulan bahwa Bung Hatta dan George Washington mempunyai kesamaan karakter, yaitu lebih mengutamakan kepentingan seluruh bangsa dibanding ambisi pribadi atau kepentingan golongan.

Keduanya juga meninggalkan karier politik dengan catatan yang amat baik, sesuatu yang membedakan karier seorang politikus dan seorang negarawan, yaitu it is not how you start it, but how you end it.

Negarawan paham bahwa mengakhiri karier politik dengan prestasi yang baik akan diukir dalam tinta emas perjalanan sejarah suatu bangsa. Sebagaimana gajah mati meninggalkan gading, maka negarawan meninggal mewariskan legasi, yakni teladan dan nama baik.

Cermin Nyata

Sesungguhnya bangsa ini sedang merindukan negarawan yang lebih banyak ketimbang politikus. Masalahnya, kerap kali kisruh politik di negara ini jauh disebabkan karena egopolitik pribadi yang mengalahkan kepentingan yang lebih besar.

Cermin nyata sebagai contoh konkret tak lain terkait dengan ricuh dalam internal partai politik yang justru meluas menjadi isu bersama.

Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat seperti diberikan tontonan berupa polemik antara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Jenderal (Purn.) Moeldoko yang masih saja terus bergulir.

Tak berhenti sampai di situ, persoalan itu kian coba dilebarkan ketika sepucuk surat dilayangkan mengenai persoalan tersebut kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui bahwa surat tersebut sampai ke Istana dan Presiden merasa tidak perlu memberikan balasan apa pun karena hal itu dianggap sebagai persoalan internal Partai Demokrat.

Aktivis milenial Hengky Primana menyayangkan sikap para kader partai dan politikus di Tanah Air yang kunjung menjadi dewasa dan menjaga wibawa politiknya di mata masyarakat.

Bahkan, ada kalanya ketika mereka tidak mampu lagi membedakan urusan pribadi atau internal dengan urusan bangsa yang lebih luas.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat AHY merasa ada beberapa pihak yang mencoba mendongkel posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Salah satu tudingan diarahkan kepada Moeldoko yang saat ini menjabat sabagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) RI.

Sayangnya persoalan tersebut seperti meluas ke urusan yang lebih besar dengan mencoba melibatkan Presiden.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sendiri dua kali menggelar jumpa pers untuk memberikan klarifikasi bahwa tudingan itu tidak beralasan dan seperti dagelan politik yang baginya menggelikan.

Mencari Penyebab

Sebagai pengamat politik, Hengky Primana, memang menilai ada kekisruhan yang sedang terjadi dalam tubuh Partai Demokrat.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed