Sakhowi juga menyampaikan, tantangan yang perlu dihadapi saat ini kuantitas anggota primer yang masih minim.
“Jumlah anggota primer KSPPS BTM Jawa Tengah tidak sebanding dengan jumlah BTM,” tandasnya.
Harapannya, untuk sinergi yang lebih kuat PDM yang belum memiliki BTM dapat tergerak untuk mendirikan atau mengkonversi lembaga yang sudah ada menjadi BTM.
Melalui RAT ini diharapkan PDM yang belum memiliki BTM dapat tergerak mendirikan atau mengkonversi lembaga yang telah ada di daerahnya menjadi BTM.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Tengah yang diwakili Kepala Bidang Kelembagaan Dinas Koperasi dan UMKM, Desi Ariyani, menyambut baik laporan terkait kinerja keuangan yang telah dilakukan.
Berdasarkan penilaian biaya operasional yang telah dihitung, KSPPS mendapatkan angka 73,99% dengan batas maksimal 80%, yang artinya pengurus KSPPS Pusat BTM Jawa Tengah masih relatif efisien dalam melakukan biaya operasional.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan keuangan KSPPS di Jawa Tengah 95% boncos, yang artinya jumlah pendapatan operasional dengan biaya operasional sama.
Beberapa hal yang harus disesuaikan oleh koperasi berdasarkan regulasi dari Permenkop Nomor 8 Tahun 2023, yang telah banyak mengalami perubahan regulasi, yakni harus adanya uji kompetensi, pembatasan pembukaan kantor cabang dan kantor cabang harus memiliki modal Rp500 juta.
Desi menegaskan agar koperasi dapat terkendali dan terhindar dari kegiatan-kegiatan menyimpang.
“Membatasi pembukaan kantor cabang menjadi salah satu upaya pengendalian agar menghindari adanya koperasi yang menyimpang,” katanya.
Terkait sinergi kemitraan dan penguatan ekonomi persyarikatan Muhammadiyah, Wakil Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata PP Muhammadiyah, Dr Mukhaer Pakkanna, SE, MM, mengatakan, dakwah Muhammadiyah tidak eksklusif.
“Tetapi dakwah inklusif yang dapat merangkul dan dakwah yang rahmatan lil alamin, menyentuh berbagai lapisan masyarakat,” katanya.
BTM sebagai gerakan dakwah ekonomi persyarikatan setidaknya memiliki 3 pilar: tata moral, tata kelola dan tata sejahtera. Tiga pilar ini sama yang dilakukan Rasulullah SAW untuk membangun masyarakat Madinah atau madani.
Mukhaer mengatakan, pada BTM 3 pilar tersebut menjdi modal untuk membangun kekuatan ekonomi.
“Yakni tata moral, tata kelola dan tata sejahtera,” tandasnya.
Bagi Mukhaer, BTM harus memiliki kebijakan dan regulasi yang jelas serta SOP yang tepat.
“Dan tata sejahtera dengan simbol pasar sebagai kekuatan ekonomi,” ungkapnya.
Berangkat dari spektrum gerakan sosial ekonomi, kata Mukhaer, secara institusional Muhammadiyah memiliki potensi yang besar sebagai kekuatan ekonomi baru di Indonesia melalui pengembangan dan pendirian AUM berorientasi bisnis.
Komentar