MURATARA, JURNAL SUMATRA – Sengketa lahan antara masyarakat Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) dengan PT. Agro Muara Rupit (AMR) kian memanas. Muncul dugaan bahwa Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Muratara dan manajemen PT. AMR tidak mengindahkan instruksi dikeluarkan oleh Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Sumatera Selatan maupun Kementerian ATR/BPN RI.
Instruksi tersebut sebelumnya menegaskan pentingnya penyelesaian konflik agraria antara warga yang diwakili oleh Dewan Hukum Nasional (DHN) Komite Pengawasan Korupsi (KPK) Pepanri Sumatera Selatan dan Divisi Kuasa Hukum KPK Pepanri, dengan pihak perusahaan. Namun, hingga saat ini belum ada langkah konkret yang diambil oleh BPN Muratara maupun PT. AMR untuk menindaklanjuti instruksi tersebut secara serius.
PT. AMR, yang merupakan bagian dari grup Sipef, diketahui menjalankan kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit di wilayah Muratara tanpa mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) yang sah. Bahkan, laporan yang beredar menyebutkan perusahaan ini juga belum memiliki izin lokasi perkebunan secara resmi. Hal ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap tata kelola agraria sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pihak Kanwil dan Kementerian ATR/BPN telah menyampaikan arahan untuk segera menyelesaikan sengketa lahan ini. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa arahan tersebut belum dijalankan. Ini tentu menimbulkan pertanyaan publik soal komitmen dan integritas lembaga yang seharusnya menjadi pelindung hak-hak masyarakat,” ujar salah satu perwakilan hukum dari KPK Pepanri Sumsel, Rabu (4/6/2025).
Dalam sebuah pertemuan terbuka sebelumnya, perwakilan ATR/BPN Muratara sempat menyatakan akan menunda penerbitan HGU untuk PT. AMR hingga konflik agraria dengan masyarakat diselesaikan. Namun, janji tersebut hingga kini belum menunjukkan realisasi.
“Hal ini akan kami koordinasikan terlebih dahulu dengan pihak-pihak terkait. Untuk penerbitan HGU, sementara akan kami tunda jika masih banyak lahan masyarakat yang berada di dalam kawasan yang dikuasai perusahaan tersebut,” ujar perwakilan BPN Muratara waktu itu.
Sengketa agraria antara masyarakat dan perusahaan besar bukan hal baru di Muratara. Namun, dugaan pengabaian perintah dari lembaga lebih tinggi ini dinilai sebagai bentuk pembangkangan administratif dan potensi pelanggaran etika birokrasi.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kepala BPN Muratara dan manajemen PT. AMR belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan tersebut.(AkaZzz)
Komentar