OKI, JURNAL SUMATRA – Baru-baru ini mencuat kabar terkait laporan dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh oknum Camat Cengal (GH) terhadap salah satu siswi SMK yang tengah magang di kantor kecamatan. Informasi tersebut awalnya muncul dari pengaduan masyarakat melalui layanan pengaduan online via pesan WhatsApp bernama Laporbup.
Alih-alih mempermudah masyarakat dalam pelayanan informasi, layanan Laporbup ini justru dinilai kebablasan karena mempublikasikan informasi tanpa mempertimbangkan ketentuan hukum. Laporan yang memuat data identitas terduga korban, mulai dari nama hingga foto, malah diposting di website resmi laporbup.kaboki.go.id.
Persoalan ini mendapat reaksi dari berbagai kalangan, salah satunya Ketua PWI OKI, Idham Syarief. Menurutnya, aturan dalam mempublikasikan informasi korban tindak asusila sangat ketat demi melindungi privasi dan mengurangi trauma korban, terlepas dari benar atau tidaknya peristiwa tersebut.
“Ada aturan terkait larangan menyebutkan identitas korban melalui berbagai undang-undang, seperti UU ITE dan UU TPKS, serta sanksi pidana bagi pelanggar. Seperti halnya media massa yang juga memiliki kode etik jurnalistik sebagai aturan mengikat yang melarang publikasi identitas korban,” ungkap Ketua PWI OKI, Idham Syarief, Kamis (25/9/2025).
Ditambahkannya, layanan Laporbup yang diinisiasi oleh Kominfo OKI semestinya harus memilah secara detail jenis informasi yang layak untuk dipublikasikan.
“Jika laporan aduan masyarakat berkaitan dengan kepentingan publik dan tidak menyangkut privasi maupun tindak asusila terhadap anak di bawah umur, maka sah-sah saja untuk dipublikasikan,” ujar Ketua PWI OKI.
Tanggapan serius juga disampaikan oleh Praktisi Hukum Aulia Aziz Al Haqqi, SH, MH, CCLE, CPArb. Ia menegaskan bahwa pelecehan seksual adalah persoalan serius yang bisa terjadi dimana saja dan menimpa siapa saja. Karena itu, kasus semacam ini wajib ditindak secara hukum, namun penanganannya tidak boleh dilakukan sembarangan.
“Publikasi informasi yang belum diverifikasi kebenarannya dapat menimbulkan kerugian ganda, baik mencemarkan nama baik korban maupun merusak reputasi terlapor. Menanggapi hal ini, publikasi laporan dugaan asusila oleh akun resmi Laporbup milik Pemerintah Kabupaten OKI yang menyertakan identitas dan foto korban tanpa perlindungan hukum semestinya jelas keliru. Padahal kasusnya masih dugaan, belum masuk proses pembuktian, dan belum ada putusan hukum tetap,” beber Aulia Aziz.
Ia menilai, tindakan tersebut sangat sembrono karena pemerintah justru melalui kanal resminya menyebarkan informasi yang belum tentu benar dan belum diuji secara hukum.













Komentar